Selasa, 11 Oktober 2016

BANGUNAN TANPA IZIN DI DEPOK

Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Kota Depok Kania Purwanti mengatakan sudah menyerahkan dan mendata seluruh bangunan komersil yang tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namun belum berhasil mendata seluruh bangunan tanpa IMB di Kota Depok karena kekurangan tim di lapangan.

"Memang ada beberapa dan sekarang sudah kami berikan teguran. Ini juga yang sedang kami selidiki bersama dinas terkait," katanya, Sabtu (18/10). 

Kania belum dapat mengatakan adanya mafia perizinan. Karena selama ini Distarkim fokus melakukan pendataan dan pengontrolan perizinan yang diajukan. Tapi ia berjanji jika ada bawahannya terbukti menyelewengkan wewenang maka akan ditindak sesuai peraturan yang berlaku.

Komisi A DPRD Kota Depok berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) Perizinan. Wakil Ketua Komisi A, DPRD Kota Depok Hamzah mengatakan, dibentuk pansus itu karena selama ini mereka melihat dan mendengar banyaknya pengaduan masyarakat terkait maraknya pembangunan properti yang belum mengantongi izin. 

Ia juga mengatakan bahkan ada pembangunan yang melanggar garis sepadan bangunan (GSB) dan garis sepadan sungai (GSS). Ia mengatakan walaupun sudah banyak aduan dari masyarakat namun belum ada tindakan dari pemerintah kota untuk menyegel bangunan yang menyalahi peraturan.

"Upaya pembentukan pansus ini juga untuk menggenjot retrebusi daerah dari pengurusan perizinan. Kalau dibiarkan berarti perda yang dibuat tidak berguna sama sekali," kata Hamzah.

Hamzah menambahkan, pembentukan pansus difokuskan kepada bangunan yang terindikasi tak mengantongi IMB serta didirikan di atas lahan yang seharusnya menjadi lahan untuk fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos). 

Salah satunya yang tengah dibidik adalah pembangunan Apartemen Terrace Suites di Cinere, milik perusahaan besar sekelas PT Megapolitan. Hamzah mengatakan sudah ada surat peringatan kepada pengembang apartemen tersebut. Tinggal menunggu tindakan selanjutnya dari pemerintah. 

"Margonda saja akan kita sidak apakah sesuai dengan perda atau tidak. Belum pernah ada kan selama ini pansus aset," katanya.

Hamzah menjelaskan, berdirinya bangunan properti itu terjadi dilatarbelakangi adanya mafia perizinan yang bermain di dalam dinas terkait. Yakni, Dinas Tata Ruang Pemukiman (Distarkim) dan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA), Badan Penanaman Modal Pelayanan dan Perijinan Terpadu (BPMP2T). 

Ia mengatakan ketiga institusi pemerintah daerah tersebut dicuriga karena ketiga institusi inilah  yang mengurus proses IMB. Menurutnya tidak mungkin pengembang berani mendirikan bangunan tanpa IMB jika tidak ada pihak dari pemerintah yang mendukungnya.

Menurut Hamzab masalah pemukiman disebabkan banyaknya pembangunan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (perda). Ia menjelaskan dalam perda  60% lahan digunakan untuk pemukiman dan bisnis,  40% untuk fasilitas sosial dan umum, 2% untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU). Hamzah menambahkan, 40% masalah sengketa tanah di Depok belum terselesaikan dengan baik. Menurutnya hal tersebut diakibatkan karena ada oknum yang melakukan pungutan liar dan nepotisme.

Karena itu, lanjut Hamzah, setelah pansus perizinan terbentuk mereka pun akan segera terjun ke masyarakat untuk mengumpulkan data. Jika pengembang terbukti bersalah maka pansus akan mendesak Satpol PP untuk membongkar atau menyegel properti yang tidak mengantongi izin itu. Kemudian memanggil dinas terkait untuk menjelaskan persoalan tersebut.

"Sudah pasti ada mafia perizinan yang beredar dari dua dinas. Buktinya pengawasan dan pengendalian tidak berjalan," ujarnya.


SUMBER:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/14/10/18/ndmtbx-banyak-bangunan-liar-di-depok

PERMASALAHAN PERMUKIMAN DI PINGGIRAN SUNGAI

Hasil gambar untuk permasalahan permukiman pinggiran sungai

Sebagian besar wilayah perkotaan yang didominasi area permukiman mengakibatkan sebagian besar permasalahan muncul dari area ini, mulai dari isu sosial, ekonomi, kepadatan tinggi, bencana alam, dan lingkungan alam. Salah satu yang banyak mendapat sorotan adalah permukiman bantaran sungai. Area yang satu ini sering diidentikkan dengan lingkungan yang padat, kotor, dan kumuh. Selain itu, ruang sempadan sungai tidak lagi terlihat karena lahan tersebut dimaksimalkan untuk permukiman warga. Beberapa daerah yang terdapat permukiman bantaran sungai telah melakukan berbagai strategi untuk mengatasi permasalahan ini, salah satunya adalah Kelurahan Prawirodirjan Yogyakarta yang mencanangkan program rusunami untuk permukiman bantaran sungai.

Permukiman Prawirodirjan yang terletak di bantaran sungai Code menjadikan berbagai persoalan muncul terkait dengan masalah lingkungan dan kepadatan hunian. Lokasi hunian yang terlalu mepet dengan sungai menimbulkan resiko bencana banjir ketika sungai meluap ataupun pencemaran lingkungan daerah aliran sungai. Selain itu kepadatan yang terlalu tinggi mengakibatkan minimnya ruang hijau dan vegetasi yang ada di area permukiman ini. Oleh karena itu, warga bekerja sama dengan pihak kelurahan Prawirodirjan mengusulkan program rusunami sebagai solusi jangka panjang dalam mengatasi masalah permukiman bantaran sungai ini.


“Program rusunami ini diusulkan warga sendiri dalam grand design Prawirodirjan 2030. Program ini ditujukan bagi warga bantaran sungai pada radius tertentu yang nantinya akan direlokasi ke rusunami tersebut,” ujar Lurah Prawirodirjan Ekwanto Ekwanto 

menambahkan bahwa banyak warga khususnya yang berada di tepian sungai yang belum memiliki izin kepemilikan lahan yang sah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa rusunami dipilih agar lebih tepat sasaran. Artinya hanya warga lokal yang direlokasi yang berhak memiliki unit-unit pada rusunami tersebut, bukan disewakan atau dimiliki oleh warga dari luar daerah. Rusunami yang diusulkan tersebut adalah bangunan empat lantai dengan lantai dasar yang terbuka untuk kegiatan sosial dan komunal warga kampung. Dengan begitu desain rusunami tidak hanya mengatasi masalah kepadatan hunian warga, namun juga tetap menjaga sosialisasi antar warga yang direlokasi nantinya. Program rusunami juga memiliki dampak positif terkait dengan masalah lingkungan alam. Seperti diketahui, permukiman yang padat bantaran sungai saat ini telah mengakibatkan berbagai masalah lingkungan alam seperti kurangnya area hijau, timbulnya berbagai macam penyakit, lingkungan yang kumuh dan kotor, suhu lingkungan tinggi dan resiko banjir luapan air sungai. Dengan adanya rusunami, maka rumah warga yang direlokasi akan dibongkar dan dapat dijadikan sebagai ruang terbuka hijau. Rusunami kemudian dibangun pada jarak tertentu sesuai aturan tentang sempadan sungai. Dengan begitu tidak ada lagi rumah yang berbatasan langsung dengan badan sungai.

1423095312542947506

Penataan ruang bantaran sungai dengan adanya program rusunami dalam perspektif yang lebih luas akan menciptakan nuansa dan citra yang baik di daerah bantaran sungai yang selama ini dipandang padat, kotor, dan kumuh. Gagasan warga Prawirodirjan tersebut dapat dijadikan sebagai contoh yang mungkin sudah ada dan direalisasikan di beberapa daerah bantaran sungai lainnya.  Kondisi alam akan terus mengkhawatirkan sebagai dampak dari pembangunan yang kurang terarah. Oleh karena itu, warga khususnya yang berada di daerah bantaran sungai perlu terus didorong untuk mendukung dan menyikapi dengan bijak gagasan tersebut karena solusi yang ditawarkan juga untuk keberlangsungan lingkungan sekitar, tanpa terlalu mengorbankan faktor-faktor sosial. Koordinasi, kesadaran, dan komunikasi yang baik antara warga dan pihak berwenang (pemerintah atau swasta) dapat menjadi kunci sukses pembangunan di masa mendatang.

SUMBER:
http://www.kompasiana.com/alifianorezkaadi/rusunami-solusi-permukiman-bantaran-sungai_54f9020da3331123098b4dd2
http://www.kompasiana.com/meilana-lestari/konsep-ruang-publik-berkelanjutan-untuk-kawasan-bantaran-sungai_560b96efd5937370055688ab

UNDANG-UNDANG NO.24 TENTANG TATA RUANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1992
 
TENTANG

PENATAAN RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
Menimbang
:
a.
bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila;


b.
bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;


c.
bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang belum menampung tuntutan perkembangan pembangunan, sehingga perlu ditetapkan undang-undang tentang penataan ruang;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33, ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;


2.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);


3.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
4.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
5.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234),   sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang  Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988   Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.

B A B I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
2.
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
3.
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4.
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
6.
Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
7.
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
8.
Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
9.
Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10.
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
11.
Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

B A B  II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penataan ruang berasaskan :
a.
pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan;
b.
keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.
Pasal 3
Penataan ruang bertujuan :
a.
terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b.
terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya;
c.
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
1)
mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;
2)
mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
3)
meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
4)
mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5)
mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

B A B III
HAK DAN KEWAJIBAN
 
Pasal 4
(1)
Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang.
(2)
Setiap orang berhak untuk :
a.
mengetahui rencana tata ruang;
b.
berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c.
memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 5
(1)
Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang.
(2)
Setiap orang berkewajiban menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pasal 6
Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B A B IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Umum
 
Pasal 7
(1)
Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(2)
Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kota madya Daerah Tingkat II.
(3)
Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.
Pasal 8
(1)
Penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-pisahkan.
(2)
Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dikoordinasikan penyusunannya oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) untuk kemudian dipadukan ke dalam Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(3)
Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dikoordinasikan penyusunannya oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk kemudian dipadukan ke dalam Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pasal 9
(1)
Penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, di samping meliputi ruang daratan, juga mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Penataan ruang lautan dan penataan ruang udara di luar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur secara terpusat dengan undang-undang.
Pasal 10
(1)
Penataan ruang kawasan perdesaan, penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) diselenggarakan sebagai bagian dari penataan ruang wilayah Nasional atau wilayah Propinsi Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2)
Penataan ruang kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan diselenggarakan untuk :
a.
mencapai tata ruang kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia;
b.
meningkatkan fungsi kawasan perdesaan dan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat;
c.
mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
(3)
Penataan ruang kawasan tertentu diselenggarakan untuk :
a.
mengembangkan tata ruang kawasan yang strategis dan diprioritaskan dalam rangka penataan ruang wilayah Nasional atau wilayah Propinsi Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
b.
meningkatkan fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan budi daya;
c.
mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan.
(4)
Pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
Penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 dilakukan dengan memperhatikan :
a.
lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, dan interaksi antar lingkungan;
b.
tahapan, pembiayaan, dan pengelolaan pembangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan.
Pasal 12
(1)
Penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat.
(2)
Tata cara dan bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Perencanaan

Pasal 13
(1)
Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai dengan jenis perencanaannya secara berkala.
(3)
Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 24 ayat (3).
(4)
Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pernerintah.
Pasal 14
(1)
Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan :
a.
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi budi daya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya, serta fungsi pertahanan keamanan;
b.
aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang.
(2)
Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya.
(3)
Perencanaan tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan keamanan sebagai subsistem perencanaan tata ruang, tata cara penyusunannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan
 
Pasal 15
(1)
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas rencana tata ruang.
(2)
Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pasal 16
(1)
Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan :
a.
pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b.
perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warganegara.
(2)
Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir a, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengendalian
 
Pasal 17
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
Pasal 18
(1)
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
(2)
Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B A B V
RENCANA TATA RUANG
 
Pasal 19
(1)
Rencana tata ruang dibedakan atas :
a.
Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b.
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c.
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota madya Daerah Tingkat II.
(2)
Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah negara Indonesia, peta wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, peta wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, dan peta wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II, yang tingkat ketelitiannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1)
Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara, yang meliputi:
a.
tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b.
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional;
c.
kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu.
(2)
Rencana Tata Ruang wilayah Nasional berisi :
a.
penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu yang ditetapkan secara nasional;
b.
norma dan kriteria pemanfaatan ruang;
c.
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. 
(3)
Rencana Tata Ruang wilayah Nasional menjadi pedoman untuk :
a.
perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
b.
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor;
c.
pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat;
d.
penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(4)
Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
(5)
Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1)
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, yang meliputi :
a.
tujuan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b.
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c.
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
(2)
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I berisi :
a.
arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b.
arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu;
c.
arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya;
d.
arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan;
e.
arahan pengembangan sistem prasarana wilayah yang meliputi prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;
f.
arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan;
g.
arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
(3)
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I menjadi pedoman untuk :
a.
perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
b.
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Propinsi Daerah Tingkat I serta keserasian antar sektor;
c.
pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat;
d.
penataan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan.
(4)
Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I adalah 15 tahun.
(5)
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 22
(1)
Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Tingkat II merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang meliputi :
a.
tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b.
rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
c.
rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
d.
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2)
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II berisi :
a.
pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b.
pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu;
c.
sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan;
d.
sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;
e.
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
(3)
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II menjadi pedoman untuk :
a.
perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
b.
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta keserasian antar sektor;
c.
penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
d.
 penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten/ Kotamadya    Daerah Tingkat II;
e.
pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan.
(4)
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.
(5)
Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II adalah 10 tahun.
(6)
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 23
(1)
Rencana tata ruang kawasan perdesaan dan rencana tata ruang kawasan perkotaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2)
Rencana tata ruang kawasan tertentu dalam rangka penataan ruang wilayah nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan atau Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan pedoman, tata cara, dan lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan rencana tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

B A B VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN
 
Pasal 24
(1)
Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
(2)
Pelaksanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk :
a.
mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang;
b.
mengatur tugas dan kewajiban instansi pemerintah dalam penataan ruang.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang.
Pasal 25
Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dengan :
a.
mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata  ruang kepada masyarakat;
b.
menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan.
Pasal 26
(1)
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan berdasarkan undang-undang ini dinyatakan batal oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.
(2)
Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian yang layak.
Pasal 27
(1)
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyelenggarakan penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
(2)
Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pelaksanaan penataan ruang dilakukan Gubernur Kepala Daerah dengan memperhatikan pertimbangan dari Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah lainnya serta koordinasi dengan Daerah sekitarnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
(3)
Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
Pasal 28
(1)
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II menyelenggarakan penataan ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya  Daerah Tingkat II.
(2)
Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pasal 29
(1)
Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang.
(2)
Tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan berdampak penting.
(3)
Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4)
Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) menjadi dasar dalam peninjauan kembali Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

B A B VII
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

 B A B VIII
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 31
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Ordonansi Pembentukan Kota (Stadsvormingsordonnantie Staatsblad Tahun 1948 Nomor 168, Keputusan Letnan Gubernur Jenderal tanggal 23 Juli 1948 no. 13) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



SUMBER:
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1992/24TAHUN~1992UUPenj.htm