TRI RISMAHARINI
Wali kota Surabaya
Dr. Ir. Tri Rismaharini, M.T terkadang ditulis Tri
Risma Harini, atau yang akrab disapa Risma adalah Wali Kota Surabaya yang menjabat
sejak 17 Februari 2016.
Lahir : 20 November 1961 (54 tahun), Kota Kediri
Jabatan saat
ini: Wali kota Surabaya sejak 2010
Risma
juga tercatat sebagai wanita pertama yang dipilih langsung menjadi wali kota
melalui pemilihan kepala daerah sepanjang sejarah demokrasi Indonesia di era reformasi dan
merupakan kepala daerah perempuan pertama di Indonesia yang berulang kali masuk
dalam daftar pemimpin terbaik dunia. Sebelum menjadi wali kota, Risma menjabat
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya dan Kepala Badan
Perencanaan Kota Surabaya (Bappeko) hingga tahun 2010. Risma meniti karier
sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS) Kota Surabaya sejak dekade 1990-an.
PRESTASI
Pada masa kepemimpinannya sebagai wali
kota, Kota Surabaya meraih empat kali piala adipura berturut-turut yaitu tahun
2011, 2012, 2013, dan 2014 untuk kategori kota metropolitan.
Selain itu, kepemimpinan Risma juga
membawa Surabaya menjadi kota yang terbaik partisipasinya se-Asia Pasifik pada
tahun 2012 versi Citynet atas keberhasilan pemerintah kota dan partisipasi
rakyat dalam mengelola lingkungan.
Pada Oktober 2013, Kota Surabaya di
bawah kepemimpinannya juga memperoleh penghargaan tingkat Asia-Pasifik yaitu
Future Government Awards 2013 di dua bidang sekaligus yaitu data center dan
inklusi digital menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik.
Surabaya menerapkan sistem respon cepat (central
clearing house) dengan mengambil inspirasi dari sistem respon pelanggan
dari restoran cepat saji McDonald’s. Warga dapat mengirim keluhan dan saran
dengan telepon, sms, surat elektronik, fax, situs internet dan sosial media.
Surabaya membangun Broadband Learning Centre untuk memberi pelatihan
bagi petani agar terkoneksi dengan jaringan sistem pelayanan daring. Sistem ini
memudahkan petani dan pekerja sektor lain untuk membangun akses pemasaran
produk.
Taman bungkul
yang pernah dipugarnya pun meraih penghargaan The 2013 Asian Townscape Award
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013.
Pada Februari 2014, Tri Rismaharini dinobatkan sebagai Mayor of the Month
atau wali kota terbaik di dunia untuk bulan Februari 2014 atas keberhasilannya
selama memimpin Kota Surabaya sebagai kota metropolitan yang paling baik
penataannya.
Pada April 2014, Risma mengklaim bahwa Kota Surabaya
telah mendapatkan penghargaan Socrates Award untuk kategori Future City dari
European Business Assembly (EBA), yang kemudian diarak di kota Surabaya. Namun,
penghargaan ini menimbulkan polemik setelah diketahui bahwa penghargaan yang
diperoleh Risma bukanlah Socrates Award, tetapi United Europe Award yang
dinobatkan bagi mereka yang memiliki kontribusi pribadi untuk integrasi
Eropa. Nama Risma dan Surabaya juga tidak masuk dalam daftar
penerima Socrates Award di situs EBA. Selain itu, menurut laporan Center for
Investigative Reporting di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina, pada Agustus 2013,
terdapat biaya yang harus dibayarkan untuk memperoleh penghargaan dari EBA, dan
biaya untuk memperoleh United Europe Award adalah 3.900 euro. Akibatnya, muncul
dugaan bahwa Risma menggunakan anggaran kota untuk "membeli"
penghargaan. Juru bicara pemerintah kota Surabaya Muhammad Fikser menampik
bahwa Risma telah menggunakan anggaran kota untuk mengambil penghargaan
tersebut, dan menyatakan bahwa 3.900 euro digunakan untuk biaya seminar.
Risma mengangkat United Europe Award pada acara kirab
di Surabaya
Pada akhir
tahun 2014, Surabaya menerima penghargaan internasional Future City versi
FutureGov untuk Surabaya Single Window (SSW). Penghargaan ini diberikan untuk
sistem pelayanan kemudahan izin investasi Kota Surabaya.
Pada Februari
2015, Tri Rismaharini dinobatkan sebagai wali kota terbaik ketiga di dunia
versi World City Mayors Foundation atas keberhasilannya dalam merubah wajah
Kota Surabaya dari yang kumuh penataannya menjadi kota yang lebih hijau dan
tertata rapi. Penghargaan ini diberikan kepada Risma karena dianggap sebagai
figur enerjik yang antusias mempromosikan kebijakan sosial, ekonomi dan
lingkungan secara nasional maupun internasional serta dinilai berhasil
memanfaatkan lahan mati dan menyulapnya menjadi taman kota. Risma juga dipuji
karena keberaniannya menutup kawasan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara yaitu
Gang Dolly,
serta respon cepatnya dalam menangani korban insiden AirAsia QZ8501.
Pada Maret
2015, nama Tri Rismaharini masuk dalam jajaran 50 tokoh berpengaruh di dunia
versi majalah Fortune
bersama dengan tokoh-tokoh lain seperti CEO Facebook Mark
Zuckerberg, Perdana Menteri India Narendra Modi,
dan tokoh lainnya. Risma dinilai berhasil melakukan banyak terobosan luar biasa
di Surabaya tentang lingkungan, dan ia juga dinilai telah berhasil mengubah
kota besar dengan jutaan penduduk yang sarat polusi, kemacetan, dan kekumuhan
menjadi kota metropolitan yang tertata, kaya akan taman lanskap dan ruang hijau
lainnya. Risma juga dinilai berhasil mengubah banyak lahan pemakaman gersang
menjadi ruang penyerapan air sehingga dapat menangkal banjir.
Atas
keberhasilannya membangun kembali citra kota Surabaya menjadi tertata rapi dan manusiawi,
serta prestasinya sebagai kepala daerah yang mengabdikan diri kepada rakyat,
pada tanggal 13 Agustus 2015, Tri Rismaharini menerima anugerah tanda
kehormatan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo
bersama 14 tokoh lain di Istana Negara, Jakarta. Bintang Jasa Utama adalah
penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara sipil.
Penghargaan
Anti Corruption award
Pada bulan November 2015, Risma memperoleh penghargaan
anti korupsi dari Bung Hatta Anti Corruption Award. Ia memperoleh penghargaan
ini bersama dengan Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo. Penghargaan ini diperoleh
karena selama menjabat sebagai wali kota Surabaya, Risma dinilai berhasil
membangun Surabaya menjadi kota cantik dan tertata serta mengembangkan sistem e-procurement
(lelang pengadaan barang elektronik) agar proses pelelangan menjadi transparan
dan bebas korupsi. Ia juga dinilai berhasil membangun sistem e-goverment
di Surabaya yang menyebabkan kontrol pengeluaran dinas-dinas menjadi lebih
mudah, mencegah praktik korupsi, dan menghemat anggaran 600-800 miliar rupiah
tiap tahunnya.
Sumber: